Ketika Sains-Islam Merekonstruksi Peradaban Manusia
(Tinjauan konsep SMA Trensains
Tebuireng Jombang)
Paham saintisme inilah yang kemudian
menginduksi paham positivisme yang memiliki cara pandang dalam memahami dunia
dengan berdasarkan sains, sehingga berkembanglah sains positivistik. Para
penganutnya meyakini bahwa hanya ada sedikit perbedaan (jika ada) antara ilmu
sosial dan ilmu alam, karena masyarakat dan kehidupan sosial berjalan
berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam.
Selama beberapa abad hingga saat ini
sains positivistik telah melahirkan berbagai teori dan teknologi yang dirasakan
manfaatnya oleh umat manusia.Di sisi lain, manusia mulai merasakan ada pecahan puzzle
yang hilang saat menyelami kedalaman sains. Bagai air laut, semakin diminum
semakin menambah dahaga.Sains positivistik yang menjelma menjadi sains modern saat
ini bahkan tidak mampu menjawab pertanyaan tentang hakikat kehidupan itu sendiri.
Beragam derivat yang lahir dari sains modern
kini tak terelakkan lagi. Produk sains yang bernama teknologi pun mendatangkan
tantangan baru bagi umat manusia. Fenomena alienasi, yaitu keterasingan
dalam sosialita, pergaulan yang menerjang norma dan etika, hingga terkoneksinya
dunia beserta pengaruh budayanya tanpa kendali dengan internet, adalah sebagian
tantangan bagi generasi manusia saat ini.Munculnya sebutan “sex paradise”
bagi negara Jepang, budaya seks bebasyang “lumrah” di negara-negara Eropa, Amerika,
& mulai menjalar di Asia, hingga penyebaran narkoba yang didukung dengan
teknologi maju melahirkan sebuah pertanyaan. Dimanakah peran sains-modern
sebagai induk teknologi selama ini?
Bangunan sains-Islam selalu mensinergikan
interaksi antara Manusia – Alam – Tuhan,sedangkan sains yang berkembang selama
ini memutus salah satu interaksi, yaitu eksistensi Tuhan. Inilah bagian penting
puzzle sains-modern yang belum terlengkapi. Sekularisasi inilah yang
membangun sains-modern sehingga paham materialisme selalu melekat dalam
perkembangannya hingga saat ini. Contoh yang cukup kontradiktif adalah
pemahaman sains-modern tentang energi yang bersifat absolut serta
hukum konservasi massa, terhadap pemahaman Islam tentang Keabsolutan Tuhan. Karena telah disepakati oleh pakar sejak bertahun-tahun
silam, kinipara siswa pun dituntut untuk mengikuti pemahaman sains-modern tersebut tanpa mencerna dengan sempurna
tentang hakikat konsepnya.
Pesantren klasik (pondok pesantren/
ponpes) sebagai institusi pendidikan Islam selama ini mengajarkan materi atau
ilmu Keislaman seperti aqidah, fiqih dan tasawwuf. Ponpes telah melahirkan
ulama syariah atau hukum Islam. Pondok pesantren modern menggabungkan
pengajaran pesantren klasik dan sekolah umum. Ponpes terakhir ini ke depannya
diproyeksikan melahirkan sarjana muslim yang mempunyai wawasan keislaman yang
memadai. Kedua model tersebut selama ini telah hadir dan turut mewarnai
pendidikan Islam di negeri ini. Tetapi sisi konstruksi sains-modern yang
sekular belum dikaji secara spesifik.
Berbekal dua pedoman sempurna, yaitu
Al-Qur’an dan Al Hadist, tumbuhlah semangat untuk merekonstruksi sains dengan
semangat baru bernama Trensains. Trensains adalah kependekan dari Pesantren
Sains dan merupakan sintesis dari pesantren dan sekolah umum bidang sains. Gagasan
ini semula dikemukakan oleh Dr.HC. Salahudin Wahid (Gus Sholah) Pengasuh
Pesantren Tebuireng, bersama Agus
Purwanto, D.Sc., salah satu alumni Universitas Hiroshima yang kini aktif
sebagai dosen di ITS. Trensains tidak menggabungkan materi pesantren dan
ilmu umum sebagaimana ponpes modern.
Trensains mengambil kekhususan pada pemahaman Al-Quran, Al-hadits, sains
kealaman (natural science) dan interaksinya. Poin terakhir, interaksi antara
agama dan sains merupakan materi khas trensains dan tidak ada dalam ponpes
modern.
Kemampuan bahasa Arab dan bahasa Inggris
menjadi persyaratan dasar bagi para santri
semua ponpes modern. Bagi santri trensains, para santri juga dituntut
mempunyai kemampuan nalar matematik dan filsafat yang memadai. Proyeksi ke
depan bagi para alumni adalah lahirnya ilmuwan sains kealaman, teknolog, dan
dokter yang mempunyai basis al-Quran yang kokoh.
Konsep Trensains ini kemudian
bermetamorfosis menjadi lembaga setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) agar
lebih nyata perannya. Diantara pesantren yang mempelopori berdirinya SMA
Trensains adalah Pesantren Tebuireng Jombang yang pada 2014 ini akan memulai
gerakan baru rekonstruksi sains-Islam.
SMA Trensains Tebuireng merupakan tuangan
gagasan dari sang negarawan dan sang ilmuwan yang mewujud dalam sebuah lembaga
pendidikan. Di dalamnya sains akan dikaji dengan berangkat dari Al Qur’an,
sebuah pedoman hidup sempurna yang tidak hanya berisi konsep-konsep aqidah,
hukum, dan muamalah, tetapi juga konsep otentik tentang alam semesta karena
kitab ini adalah Ucapan (firman) langsung dari Allah, Sang Maha Pencipta. SMA
Trensains Tebuireng terletak di Desa Jombok, Kecamatan Ngoro, Kabupaten
Jombang, yang dibagun dengan luas lahan 6 hektar dan direncanakan akan menghabiskan dana sebesar Rp. 59. 000.000,000, (Lima Puluh Sembilan Miliyar rupiah). Kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Semesta yaitu unifikasi dari Kurikulum Nasional, Internasional, dan Kearifan Pesantren Sains. Kurikulum tersebut menghendaki Al Qur'an sebagai basis epistemologi dalam pengembangan sains, dimana produknya akan melahirkan calon-calon ilmuwan yang memiliki kedalaman filosofis serta keluhuran akhlaq.
Demi menjaga mutu pendidikan, SMA
Trensains Tebuireng juga bermitra dengan FMIPA UNESA untuk pengelolahan
sekolah. Kegiatan kemitraan tersebut diwujudkan dalam program konsultasi,
diskusi, asistensi, diklat peningkatan mutu guru, dan pengembangan kurikulum sekolah. Selain itu, UIN Malang dan ITS juga berkontribusi dalam pengembangan sekolah melalui kegiatan kemitraan yang telah dijalain. Melalui semua ikhtiar inidiharapkan muncul pelita baru lahirnya
sains-Islam yang membangun kembali manusia masa depan lebih beradab,
sebagaimana generasi keemasan Islam yang telah lampau.
Penulis,
TendikaSukmaningtyas R. & Abdul Ghofur