Kontributor : Ehda Ayati Azkamila Rochman
Muharam merupakan salah satu bulan yang dikenal sejak zaman Islam. Kata Muharam secara etimologis memiliki arti bulan yang diutamakan dan dimuliakan. Makna ini memang tidak terlepas dari realitas empirik dan simbolik yang melekat pada bulan Muharam. Bulan Muharam merupakan momentum sejarah yang penuh makna, sehingga Umar bin Khatab memilih Muharam sebagai bulan pertama tahun baru Islam atau yang biasa kita sebut dengan tahun baru hijriyah.
Islam menawarkan konsep yang berbeda dalam memperingati Muharam. Tidak hanya sekadar hura-hura dengan kesenangan, tetapi lebih memaknai Muharam dengan perenungan dan mengambil hikmah dari peristiwa hijrah Nabi. Salah satunya dengan muhasabah diri atau berkaca pada diri sendiri sekaligus menimbang amalan yang sudah kita perbuat dan juga kemaksiatan yang sudah kita lakuka sebagai umat manusia. Hal tersebut dapat menjadi salah satu diantara langkah-langkah efektif dalam memperbaiki kualitas pribadi.
Maka melalui peringatan Muharam ini umat Islam perlu mengadakan intropeksi diri atau muhasabah diri, apa saja kekurangan pada tahun kemarin yang harus ditambal dan juga apa kelebihan yang harus dipertahankan dan ditingkatkan. Seperti halnya dalam pembukuan, setiap kali tutup buku pasti akan membuka lembaran baru. Oleh karena itu umat Islam akan berharap menjadi lebih baik dengan mengetahui kekurangan dan kelebihan yang dikerjakannya. Untuk itulah seorang muslim pasti mengharapkan tahun mendatang yang lebih baik dari tahun kemarin. Namun terkadang tidak tahu apakah perbuatan itu baik atau benar, tetapi semuanya sudah jelas antara yang halal dan yang haram.
Pelajar yang sedang mencari ilmu, hal yang harus dilakukan adalah tajdidunniyyah (pembaharuan niat). Meniatkan semuanya untuk mempelajari ilmu Allah dan juga mencari ridho Allah. Sehingga seorang pelajar yang sedang mencari ilmu dapat terhidar dari niat buruk seperti, agar dilihat keren, popular dan juga niat karena duniawi.
Sejalan dengan refleksi Muharam kali ini jika dicermati dalam suasana kehidupan umat Islam, ada 4 hal yang harus menjadi tujuan muhasabah sebagai cara memaknai Muharam. Pertama, hijrah dalam cakupan ‘Itiqadiyah (keyakinan) yang merupakan ideologi tauhidiyah seorang muslim. Pelaksanaan keyakinan dan ibadah hanya semata-mata ikhlas karena mengharap ridha Allah. Kedua, hijrah dalam cakupan Fikriyah (pemikiran), yakni pemikiran yang dilandasi dengan kontrol wahyu ilahiyah, bukan cara berpikir liberalisme yang menafikan nilai-nilai wahyu. Itulah tujuan hukum Islam dalam menjamin terpeliharanya akal pikiran. Ketiga, hijrah dalam cakupan Syuriyah (perasaan), yang muaranya pada ketenangan jiwa (psikologis). Hal ini dilakukan dengan cara banyak mendekatkan diri kepada Allah lewat zikir (dalam arti luas beribadah) untuk menuju ketenangan jiwa. Keempat, hijrah dalam cakupan Sulukiyah (perilaku), dalam konteks ini dimensi moral dan akhlak tentunya harus diperhatikan.
Terkait muhasabah diri, dimasa pandemi covid 19 seperti ini juga perlu adanya perubahan, peningkatan dan perbaikan islami yang terjadi dalam kehidupan kita. Baik dalam skala individu, kelompok, jamaah, masyarakat, bangsa, maupun dalam skala umat Islam secara keseluruhan. Perubahan-perubahan tersebut tidak lain adalah mengerjakan amal kebaikan.
Sebagai umat Islam beberapa peningkatan amal yang dianjurkan di bulan Muharam antara lain memperbanyak Puasa Sunah, menghidupkan Puasa ‘Asyura dan Tasu’a (9-10 Muharram), dan memperbanyak Sedekah. Selain itu banyak amalan kebaikan yang berpahala di bulan Muharam ini.
Peningkatan amal dalam skala kelompok, jamaah, masyarakat, bangsa, maupun dalam skala umat Islam secara keseluruhan juga perlu diperhatikan, khususnya dalam memaknai bulan Muharam di masa pandemi covid 19 ini. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk memaknai bulan Muharam di masa pandemi covid 19 antara lain dengan mengadakan kajian Muharam secara vitual, kegiatan santunan ataupun donasi kepada yang membutuhkan, atau bahkan dengan mengadakan festival lomba bernuansa islami secara virtual. Dengan cara tersebut, secara tidak langsung kita mengagungkan bulan Muharam ini dengan mempopulerkannya sebagai bulan yang mulia. Namun, juga banyak kegiatan lain yang mampu memaknai Muharam dalam skala kelompok, jamaah, masyarakat, bangsa, maupun dalam skala umat Islam secara keseluruhan.
Pada hakikatnya bulan Muharram merupakan bulan yang mulia. Sebagai umat Islam sudah sepatutnya kita memaknai bulan mulia ini dengan muhasabah diri dan melakukan amal kebaikan, meski dimasa pandemi covid 19 ini. Pandemi covid 19 ini bukanlah halangan bagi kita untuk memaknai bulan Muharam, justru sebaliknya. Dengan adanya pandemi covid 19 ini kita bisa mengambil pelajaran yang sangat berharga yakni tetap menjalin ukhwah islamiyah dan memaknai Muharam melalui media virtual tanpa mengkhawatirkan imunitas tubuh. Begitu pula dengan momen muhasabah diri dan peningkatan amal kebaikan kita insya Allah di mudahkan oleh Allah. Alhasil kita tetap bisa mendapatkan hikmah Muharam di tengah pandemi covid 19 ini.