Nafisah Ahmad Zen Shahab lahir di Palembang pada tanggal 1 Agustus 1946. Ayahnya bernama Ahmad Zen Shahab yang merupakan keluarga Arab Hadhrami, golongan Alawiyyin, bermarga Aal bin Shahabuddin. Pada tahun 1961 beliau menikah dengan Alwi Idrus Shahab. Dari pernikahan tersebut, beliau dikaruniai 12 anak, 10 diantaranya merupakan seorang dokter dan dua lainnya merupakan seorang insinyur teknik kimia dan perancang busana. Beliau yang hanya merupakan tamatan SMA, dan suaminya yang hanya lulusan S1 jurusan ekonomi mampu mendidik anak-anaknya hingga menjadi orang-orang yang sukses.
Beliau merupakan keluarga saudagar. Suaminya memiliki toko di kawasan toko-toko Palembang yang menyediakan kain dan batik. Suami beliau cukup sukses dalam hal pekerjaannya. Tidak hanya itu, suami beliau juga sukses dalam mendidik anak-anaknya. Hal itu dapat dibuktikan dengan kesepuluh anaknya yang menjadi dokter, dengan lima diantaranya merupakan dokter spesialis. Sekalipun dua diantaranya tidak merupakan seorang dokter, tapi mereka tetap sukses dalam bidangnya masing-masing. Kesuksesan anak-anaknya pasti tidak luput dari peran orang tua yang mendidiknya.
Beliau mendidik anak-anaknya untuk selalu disiplin, terutama dalam hal belajar. Suaminya memiliki prinsip bahwa pendidikan adalah yang paling penting. Hal itu dikarenakan, Bu Nafisah dan suami sebenarnya ingin memiliki pendidikan yang tinggi, namun keadaan tidak mendukung. Sehingga suami beliau sangat ketat bila sudah menyangkut pendidikan. Meskipun anak-anak Bu Nafisah dituntut untuk rajin belajar, mereka tetap tidak ketinggalan masa sekolahnya. Mereka tetap bisa bermain, namun tentu saja ada waktunya, yaitu setiap pulang sekolah. Suami beliau juga membiasakan ada waktu untuk keluarga setiap harinya. Hal itu diisi dengan menonton televisi bersama, salat berjamaah, dan mengaji berjamaah.
Dalam mendidik anak, beliau tidak pernah memukul dan selalu bertutur kata yang lembut. Karena menurut beliau, anak akan lebih keras bila kita juga keras. Dan yang terpenting adalah tidak pernah membedakan kasih sayang antar anak. Dengan kasih sayang yang sama, tidak akan menimbulkan rasa iri antar saudara dan menimbulkan rasa persaudaraan. Hal itu dapat dibuktikan saat suami beliau wafat. Dimana putra putri beliau belum ada yang lulus kuliah, Namun, kakak pertama mampu mengayomi adik-adiknya dan membantu beliau menjadikan saudara-saudaranya orang yang yang berpendidikan tinggi.
Berkat kegigihan dan kesuksesan beliau dalam mendidik anak-anaknya setelah ditinggal sang suami, beliau mendapatkan Rekor MURI. Sejak saat itu, nama beliau mulai dikenal oleh orang-orang karena membawa sukses ke sepuluh anaknya menjadi seorang dokter. Dan beliau memecahkan rekor keluarga dokter terbanyak. Jadi, orang tua memiliki peran besar dalam menyukseskan anak-anaknya. Dan kita sebagai anak-anaknya harus senantiasa memahami maksud dari didikan orang tua. Apabila orang tua kita membatasi dalam hal bermain dan memperbanyak belajar, hal itu dikarenakan orang tua ingin anak-anaknya sukses di kemudian hari melebihinya.