Screenshot_2023-05-22_153857-removebg-preview
Ilusi Non-Rasional dalam Sains Modern

Zaman modern ditandai dengan bangkitnya kesadaran akan kemampuan akal manusia. Manusia mulai kritis terhadap wahyu, tradisi, dan kekuasaan. Sains berkembang begitu pesat dengan materialisme sebagai pondasinya. Hanya fenomena yang bisa dihitung, diraba dan dirasa yang dapat dimasukkan dalam domain sains. Konstruksinya dirumuskan melalui metode yang dikenal sebagai metode ilmiah.

Materialisme semakin kukuh setelah mendapat basis sistematis dari Isaac Newton dengan karyanya, Philosophiae Naturalis Principia Mathematica. Newton membangun sistem mekanika yang dikenal sebagai mekanika klasik dan terbukti berhasil gemilang menjelaskan berbagai fenomena alam.

Pengembangan sains dengan basis materialisme ini akhirnya menganggap bahwa kehidupan ini hanya berpusat pada manusia dan tuhan dianggap tidak memiliki andil dalam proses ilmu pengetahuan. Pemikiran seperti ini juga telah mengakibatkan unsur non-rasional seperti yang banyak ditemukan dalam agama cenderung dianggap sebagai ilusi atau halusinasi. Sehingga agama yang bersumber dari wahyu dan ilmu pengetahuan yang bersumber dari akal dan realitas yang nyata seakan-akan memiliki pembatas yang tidak akan dapat dipertemukan, keduanya memiliki metodologi dan nilai kebenaran masing-masing.

Cara kerja sains modern yang seperti itu, walaupun telah membawa banyak manfaat dan kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan umat manusia, namun juga telah membawa dampak negatif dan telah mengakibatkan berbagai macam krisis multidimensi. Hal ini terjadi karena agama yang seharusnya menjadi dasar fundamental dan pedoman hidup umat manusia semakin ditinggalkan, sehingga muncul fenomena atheis atau agnostik pada sebagian ilmuwan barat modern dan ilmu pengetahuan hasil temuannnya semakin menunjukkan jauh dari nilai-nilai agama (sekuler).

Ironis cara pandang atheistic semacam ini ikut mewarnai corak pendidikan sains di Indonesia. Agama dibuang jauh-jauh dari sains. Al-Qur'an dianggap bukan sebagai sumber ilmu. Padahal Indonesia adalah negara yang beradasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Beberapa materi pelajaran IPA di Indonesia, jika dikaji secara seksama, sebenarnya menyiratkan suatu pandangan hidup atheistic yang bertentangan dengan akidah Islam dan nilai dasar bangsa Indonesia. Misalnya, di dalam pelajaran fisika diajarkan hukum kekekalan energi dan materi.

Di dalam hukum ini dinyatakan bahwa energi dan materi merupakan dua hal yang tidak bisa diciptakan ataupun dimusnahkan. Teori semacam itu menyiratkan penolakan terhadap keberadaan dan kekuasaan Tuhan. Hal serupa juga dapat ditemukan pada pembahasan tentang asal usul makhluk hidup di dalam pelajaran biologi. Di situ dikemukakan berbagai teori seperti teori abiogenesis (makhluk hidup berasal dari benda mati), teori biogenesis (makhluk hidup berasal dari makhluk hidup), teori evolusi kimia (makhluk hidup berasal dari evolusi persenyawaan materi di alam) dan lain-lain.

Meski berbeda konsep, kesemua teori ini menyiratkan satu kesamaan, yaitu penolakan terhadap adanya Tuhan Pencipta dan Pengatur Alam. Muncul pertanyaan, bagaimana mungkin anak-anak muslim diajari akidah Islam di dalam pelajaran agama semntara pada sisi lain mereka dijejali ajaran atheistic di dalam pelajaran sains.

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Agus. Nalar Ayat-Ayat Semesta: Menjadikan Al-Qur'an Sebagai Basis Konstruksi Ilmu Pengetahuan. Bandung: Mizan Pustaka, 2012.

Yusuf, Muhammad Yasin. 2017. "Epistemologi Sains Islam (Studi Pemikiran Agus Purwanto dalam Buku Ayat-Ayat Semesta)". Pascasarjana UIN SUKA Yogyakarta.

Oleh: Kurnia Dwi Inayati, S.Si, guru SMA Trensains Tebuireng

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat
Assalamualaikum. Wr.Wb. Anda sedang terh
Assalamualaikum. Wr.Wb.
Anda sedang terhubung dengan Humas SMA Trensains. Silahkan kirimkan pesan untuk mengetahui informasi lebih lanjut tentang lembaga kami!

Ttd,
Bidang Humas SMA Trensains Tebuireng